Senin, 29 November 2010

INTERPRETASI DATA SEISMIK 3-D

Pendahuluan

Jenis reservoir minyak dan gasbumi saat ini sangat beragam. Sehingga untuk melakukan eksporasi perlu suatu konsep eksploari yang tepat dan teknologi yang maju. Seismik merupakan suatu teknologi yang berkembang dalam bidang eksplorasi minyak dan gasbumi untuk mengetahui kondisi bawah permukaan.

Teknologi eksplorasi yang paling berkembang dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi adalah seismik. Salah satu jenis survei seismik yang terkenal dan banyak digunakan adalah seismik 3-D. Survei seismik merupakan salah satu metode geofisika dengan menangkap respon batuan terhadap gelombang akustik yang diberikan. Tahapan kegiatan survei seismik adalah akuisisi, prosesing, dan kemudian dilanjutkan kegiatan interpretasi. Hasil yang diperoleh dari survei 3-D adalah berupa data volum atau 3-D. Tujuan dari penyusunan karya ini adalah mempelajari kelebihan data seismik 3-D daripada 2-D, mengetahui prinsip interpretasi struktur geologi dan stratigrafi dari data seismik 3-D, dan mengidentifikasi kehadiran hidrokarbon dari kenampakan data seismik.

Konsep Dasar Seismik Refleksi

Pulsa seismik merambat melewati batuan dalam bentuk gelombang elastis yang mentransfer energi menjadi pergerakan partikel batuan. Dimensi dari gelombang elastik atau gelombang seismik jauh sangat besar dibandingkan dengan dimensi pergerakan partikel batuan tersebut. Meskipun begitu, penjalaran gelombang seismik dapat diterjemahkan dalam bentuk kecepatan dan tekanan partkel yang disebabkan oleh vibrasi selama perjalanan gelombang tersebut. Kecepatan gelombang didalam batuan umumnya bernilai ribuat feet per menit, dimana pergerakan partikel mengalirkan energi yang terjadi menentukan kecepatan gelombang seismik dalam batuan tersebut (Sukmono, 1999).

Menurut Sukmono (1999) energi seismik yang terus menjalar kedalam bumi tersebut akan diserap dalam tiga bentuk berikut Divergensi spherical, Absobsi atau Q dan terpantulkan. Impedansi akustik didefinisikan sebagai kemampuan batuan untuk melewatkan gelombang seismik yang melaluinya. Impedansi Akuistik (IA) yang merupakan hasil perkalian antara densitas (ρ) dan kecepatan (V).

Akuisis, Prosessing, dan QC Data Seismik 3-D

Fold coverage adalah jumlah pantulan signal yang mengenai suatu bidang pantul pada batuan. Semakin banyak jumlah pantulan signal pada suatu bidang, maka diharapkan semakin baik kualitas data yang dihasilkannya (Azman, 2009).

Kegiatan akuisisi data seismik dengan sumber getar berupa handak meliputi kegiatan desain survey, topografi, pengeboran, pengisian bahan peledak, penutupan lubang, perekaman, kontrol kulaitas.

Pengolahan data seismik dasar meliputi editing geometri, koreksi statik, automatic gain control, dekonvolusi (pre-stack), analisa kecepatan dan koreksi NMO, pembobotan tras, stack,post-stack deconvolution, migrasi F-K (F-K Migration), data output.

Menurut Azman (2009) Kualifikasi kualitas rawdata adalah:

- Good: Frekuensi sinyal dan energi tinggi, kandungan noise yang sangat sedikit/tidak ada.

- Fair: Frekuensi sinyal dan energi tidak begitu tinggi, terdapat kandungan noise yang tidak begitu banyak.

- Poor: Frekuensi sinyal dan energi rendah, kandungan noise dominan.

Interpretasi Struktur Geologi

Interpretasi, menurut Sheriff (1995), mengandung pengertian determinasi atau penerjemahan makna geologi yang diturunkan dari data seismik. Interpreter Sismik 3D bekerja dengan sebuah data volume. Normalnya itu selesai dengan mempelajari beberapa diantaranya dari three orthogonal slice yang melewati suatu volume. Interpreter struktur membutuhkan kemampuan memutuskan kapan mengunakan penampang horizontal dan kapan mengunakan irisan vertikal dalam perjalanan sebuah kegiatan interpretasi menyeluruh (Brown, 2004).

Gambar 1.  Ilustrasi Pembutan Peta  Kontur Struktur Dengan Mengunakan Penampang Horizontal

Gambar 1. Ilustrasi Pembutan Peta Kontur Struktur Dengan Mengunan Penampang Horisontal

Bila dibandingkan antara hasil pemetaan struktur 2-D dan 3-D akan terlihat bahwa kasus 3-D struktur sesar dapat dipetakan lebih rinci. Pada potongan horisontal seismik 3-D kelurusan terminasi refleksi mengindikasikan jurus dari sesar, sehingga piking sebuah sesar pada suatu urutan potongan horizontal dapat menghasilkan peta bidang sesar. Pada prakteknya, tahapan identifikasi awal struktur sesar mayor sebaiknya dilakukan pada penampang vertikal dengan spasi cukup lebar. Sesar-sesar tersebut saling berhubungan kemudian ditentukan dengan mengunakan penampang horizontal.

Interpretasi Stratigrafi

Pada saat penampang vertikal seismik memotong sebuah obyek stratigrafi biasanya akan ditemukan suatu anomali kecil dari karakter atau amplitud. Sebaliknya, penampang horisontal mengambarkan penyebaran spasial dari anomali tersebut sehingga bentuk karakteristiknya bisa dikaitkan dengan lebih mudah pada obyek geologi terkait.

Gambar 2.. Penampang Horisontal Pada 196 ms di Teluk Thailand Menunjukkan Meandering Stream Channels (Brown, 2004)

Gambar 2. Penampang Horisontal Pada 196 ms di Teluk Thailand Menunjukkan Meandering Stream Channels (Brown, 2004)

Identifikasi Kehadiran Hidrokarbon Dari Data Seismik

Tanda-tanda adanya suatu minyak dan gas bumi di dalam bumi dari penampang seismik yaitu diantanaya adanya anomali amplitudo yang disebabkan oleh perubahan impedansi akustik, adanya flat spot, dim spot dan bright spot yang ditumbuhkan oleh adanya kontak langsung antara gas/minyak, gas/air maupun minyak/air dalam batuan yang berpori, dan adanya daerah dengan data yang jelek yang kadang disebabkan oleh adanya minyak maupun gas bumi didaerah tersebut.

Gambar 3. Penampang Dual Polarity Yang Menunjukkan Bright Spot pada 1.62 dan 1.72 S Serta Flat Spot  pada 1.72 S. (Brown, 2004)

Gambar 3. Penampang Dual Polarity Yang Menunjukkan Bright Spot pada 1.62 dan 1.72 S Serta Flat Spot pada 1.72 S. (Brown, 2004)

Semoga Bermanfaat

Mineral Lempung

Pengertian Mineral Lempung

Merupakan kelompok mineral, kristalnya sangat kecil, hanya dapat dilihat dan dibedakan dengan mikroskop, biasanya dengan mikroskop elektron. Berdasarkan struktur kristal dan variasi komposisinya dapat dibedakan menjadi belasan jenis mineral lempung.

Mineral lempung merupakan koloid dengan ukuran sangat kecil (kurang dari 1 mikron). Masing-masing koloid terlihat seperti lempengan-lempengan kecil yang terdiri dari lembaran-lembaran kristal yang memiliki struktur atom yang berulang.

Lembaran-lembaran kristal yang memliki struktur atom yang berulang tersebut adalah:

1. Tetrahedron / Silica sheet

Merupakan gabungan dari Silica Tetrahedron

2. Octahedron / Alumina sheet

Merupakan gabungan dari Alumina Octahedron.

Pembentukan Mineral Lempung

Mineral lempung terbentuk di atas permukaan bumi dimana udara dan air berinteraksi dengan mineral silikat, memecahnya menjadi lempung dan produk lain (sapiie, 2006).

Mineral lempung adalah mineral sekunder yang terbentuk karena proses pengerusakan atau pemecahan dikarenakan iklim dan alterasi air (hidrous alteration) pada suatu batuan induk dan mineral yang terkandung dalam batuan itu.

Jenis – Jenis dan Kegunaan Mineral Lempung

Jenis mineral lempung yang utama ialah:

- Kaolinit 1:1 Al2 (Si2O5 (H2O))

- Illit 2:1 KAl2 (AlSi3O10 (OH)2)

- Smektit 2:2 (AlMg)4 Si8 O20 (OH)10)

- Klorit 2:1:1 (MgFe)6-x (AlFe)x Si4-x Alx (OH)10

Ortoklas, apabila lapuk dan terubah menjadi illit, manakala Kplagioklas, amphibol dan piroksin pula selalunya menjadi smektit.

Berdasarkan struktur kristal dan variasi komposisinya dapat dibedakan menjadi belasan jenis mineral lempung dan diantaranya:

kaolinit

• halloysite

• momtmorillonite (bentonites)

• illite

• smectite

• vermiculite

• chlorite

• attapulgite

• allophone


Dalam dunia perdangan kita mengenal beberapa tipe mineral lempung, diantaranya adalah:

Ball clay

• Bentonite

• Common clay

• Fire clay

• Fuller’s earth

• Kaolin.


Metode Penentuan Jenis Mineral Lempung

Dalam penentuan jenis mineral lempung baik secara kimia maupun secara fisik telah dikembangkan berbagai metode dengan menggunakan alat mulai dari yang sederhana sampai penggunaan alat yang modern. Menurut Sastiono (1997) dan Sjarif (1991), penentuan mineral lempung secara kualitatif dan kuantitatif dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu :

1. metode berdasarkan sifat kimia

2. metode berdasarkan sifat fisik. Salah satu metode berdasarkan sifat fisik adalah penggunaan sinar X.

Penggunaan sinar X untuk analisis mineral lempung mempunyai kemampuan untuk mengetahui jenis mineral lempung secara kualitatif dan kuantitatif bahkan juga untuk menentukan sifat-sifat khas dari suatu mineral lempung (Sjarif, 1991). Penggunaan sinar x terutama untuk mineral yang bersifat kristalin, sedangkan untuk mineral yang sulit diidentifikasi dengan sinar X digunakan analisis thermal (Sastiono, 1997). Setiap metode mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga kombinasi beberapa metode perlu dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Proses Interkalasi dalam Mineral Lempung

Kelemahan dari lempung di alam adalah rusaknya struktur lapis dan hilangnya porositas karena pemanasan pada suhu tinggi (Cool dan Vansant, 1998). Hal ini dapat diatasi dengan melakukan proses penyisipan ion atau molekul ke dalam interlayer yang dikenal dengan proses interkalasi. Pemanasan interkalat akan menghasilkan pilar, sehingga proses ini lebih dikenal dengan sebutan proses pilarisasi.

Pilarisasi dapat dilakukan dengan menginterkalasikan polikation hidroksi terhadap lempung. Selanjutnya dikalsinasi sehingga membentuk pilar-pilar oksida logam (Yang dkk., 1992). Berbagai macam kation dapat digunakan sebagai agen pemilar, antara lain ion-ion alkil ammonium, kation amina bisiklis, dan beberapa kation kompleks seperti kelat serta kation hidroksi logam polinuklir dari Al, Zr, Ti, Fe, dan lain-lain (Clearfield, Yang dkk., 1992). Lempung terpilar memiliki beberapa kelebihan, antara lain stabilitas termal yang lebih tinggi, volume pori dan luas permukaan yang lebih besar. Adanya sifat unggul dari lempung terpilar menjadikan material tersebut potensial untuk digunakan sebagai adsorben.

Penelitian terus berlanjut sampai ditemukan metode baru dalam sintesis lempung terpilar, yaitu interkalasi surfaktan ionik ke dalam rongga antarlapis lempung. Penambahan surfaktan bertujuan untuk membuka rongga pada antarlapis lempung sehingga mudah untuk diinterkalasi lebih lanjut dengan kation logam. Dengan adanya surfaktan diharapkan akan mampu meningkatkan porositas serta luas permukaan dibandingkan dengan lempung terpilar tanpa surfaktan.

Keberhasilan interkalasi ke dalam struktur lempung bentonit diharapkan menjadikan lempung bentonit sebagai pengadsorb (penyerap) bahan limbah yang efektif pada minyak daun cengkeh dan juga ke depan dapat digunakan sebagai adsorben untuk logam berat dengan kemampuan ion exchange-nya.

Klasifikasi, Deskripsi Petrologi, Komposisi, dan Petrogenesa Rijang (Chert)

Dasar Penamaan (Klasifikasi) Chert

Chert adalah penamaan umum yang digunakan untuk batuan siliceous sebagai sebuah kelompok (grup), namun ada yang mengaplikasikannya untuk tipe spesifik dari chert (Boggs, 1987).

Batuan Sedimen Siliceous dapat dibagi berdasarkan kenampakan secara kasar (gross morphology) kedalam dua tipe mendasar: (1) Bedded cher (2) Nodular chert. Bedded chert lebih lanjut dibedakan oleh content dari organisme siliceous yang bermacam-macam jenisnya. Mineralogi tidak dapat digunakan untuk menjadi dasar pengklasifikasian batuan sedimen siliceous karena batuan jenis ini semua kandungan utamanya adalah kuarsa yang berukuran halus (chert) (Boggs, 1987).

Menurut Boggs (1987), klasifikasi chert adalah sebagai berikut:

1. Bedded Chert

  • Diatomaceous Chert
  • Radiolarian Chert
  • Spicular Chert
  • Few or Non Fossiliferous Chert

2. Nodular chert

Deskripsi Batuan

1. Bedded Chert

a. Diatomaceous Chert

Tersusun oleh lapisan-lapisan dan lensa diatomite. Diatomaceous chert tersusun oleh semen silica padat atau massa dasar berupa diatomite yang memadat.

Kenampakan khas dari diatomite adalah berwarna terang, butirannya halus, mudah pecah, tergolong ke dalam siliceous rocks.

Lapisan-lapisan dari diatomaceous rock dapat membuat strata dengan ketebalan beberapa ratus meter yang membentuk sedimentary sequence. Contohnya dapat ditemukan di California, Miocene Monterey Formation.

b. Radiolarian Chert

Radiolarian chert tersusun oleh lapisan-lapisan yang teratur. Massa dasar radiolarian chert berupa radiolarite yang berukuran mikrokristalin, bersemen siliceous yang kompak.

Radiolarite merupakan batuan yang mempunyai butiran yang halus.

Radiolarian chert basanya berasosiasi dengan tuff, batuan vulkanik basa seperti basalt bantal, batugamping pelagic, dan batu pasit turbidit yang dapat digunakan sebagai indicator laut dalam. Beberapa radiolarian chert juga dapat berasosiasi dengan batugamping micritic dan batuan lain yang terdeposisi pada kedalaman 200 – 100 m

c. Spicular Chert

Spicular chert mempunyai struktur yang keras dan padat. Spicular chert terbentuk di laut dan dapat berasosiasi dengan batupasir glauconitic, lanau, dolomites, batugamping argaillaceous dan phosphorites.

Spicular chert tidak berasosiasi dengan batuan vulkanik dan mungkin terendapkan di laut dangkal (beberapa ratus meter)

d. Few or Non Fossiliferous Chert

Lapisan-lapisan pada chert ada yang sedikit mengandung siliceous organisme dan ada yang tidak sama sekali. Organisme siliceous yang terdapat di dalam chert dapat diamati melalui pengamatan mikroskopik.

Few fossiliferous chert mempunyai tekstur yang dianalogikan seperti batugamping dengan komposisi kaya akan unsur besi yang terkandung oleh hematite, magnetite, siderite, ankerite atau yang miskin alumina kaya silica.

Few Fossiliferous chert biasa berasosiasi dengan Formasi Iron Precambrian. Contohnya adalah pada zaman Devonian Missisipian Arkansas Novacullite di Arkansas dan Oklahoma dan Caballos Novacullite, Texas.

Sedangkan untuk yang tidak mengandung skeletal atau Non Fossiliferous Chert, memiliki kesamaan dengan radiolarian chert, baik secara megaskopis maupun secara asosiasi litologinya. Non Fossiliferous Chert mempunyai ukuran mikrokristalin dan bersemen siliceous yang kompak.

Gambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen

Gambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen

Gambar 2. Chert yang terlipat

Gambar 2. Chert yang terlipat

Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert

Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert

2. Nodular chert

Nodular chert berbentuk subspheroidal, tersusun akan lensa-lensa atau lapisan-lapisan yang tidak teratur dengan ukuran mencapai puluhan centimeter.

Nodular chert pada umumnya tidak memiliki struktur internal, akan tetapi beberapa nodular chert tersusun oleh fosil yang akan silica atau memiliki struktur relict seperti bedding.

Nodular chert memiliki warna hijau gelap hingga hitam, tergolong ke dalam batuan karbonatan dan cenderung berbentuk parallel bedding.

Nodular chert jarang ditemukan berasosiasi dengan batupasir, batulanau, sedimen lacustrine dan evaporites. Karena umumnya terbentuk dari ubahan mineral karbonat dan fossil serta dapat pula berupa hasil ubahan dari anhydrite. Sehingga nodular chert biasa berasosiasi dengan batugamping dan dolomite.

Gambar 4. Nodule Chert

Gambar 4. Nodule Chert

Komposisi Penyusun

Kelimpahan kandungan organime siliceous dapat dijadikan dasar pengklasifikasian subdivisi chert, terutama untuk chert berlapis (bedded chert). Klasifikasi subdivisi chert berlapis dan hubungannya dengan komposisi organisme siliceous adalah sebagai berikut:

1. Bedded Chert

a. Diatomaceous Chert

Tersusun atas deposit Diatomaceous dengan semen atau massa dasar berupa silika.

b. Radiolarian Chert

Tersusun atas deposit Radiolarian yaitu mikrokristalin radiolarit yang tersemenkan oleh semen atau massa dasar berupa silika.

Gambar 5. Mikrokristalin Radiolarian Chert dan Radiolarit Penyusun Batuan

Gambar 5. Mikrokristalin Radiolarian Chert dan Radiolarit Penyusun Batuan

c. Spicular Chert

Tersusun atas deposit siliceous sipucle organisme invertebrata dengan semen berupa silika namun sementasinya masih longgar.

Gambar 6. Spicular of Sponges

Gambar 6. Spicular of Sponges

d. Few or Non Fossiliferous Chert

Tersusun atas sedikit sampai bahkan tidak mengandung sisa sekeletal siliceous. Few fossiliferous chert mempunyai tekstur yang dianalogikan seperti batugamping dengan komposisi kaya akan unsur besi yang terkandung oleh hematite, magnetite, siderite, ankerite atau yang miskin alumina kaya silica.

2. Nodular chert

Berisi fosil silika atau merupakan relict structure dari bedding chert. Fosil silika tersebut merupakan fosil calcareous atau oolith. Nodular chert jarang ditemukan berasosiasi dengan batupasir, batulanau, sedimen lacustrine dan evaporites. Karena umumnya terbentuk dari ubahan mineral karbonat dan fossil serta dapat pula berupa hasil ubahan dari anhydrite. Sehingga nodular chert biasa berasosiasi dengan batugamping dan dolomite.

Sedangkan komposisi kimia dari rijang adalah tercermin dalam tabel sebagai berikut:

Tabel Komposisi Kimia Rijang (Koesomadinata, 1981)

Tabel Komposisi Kimia Rijang (Koesomadinata, 1981)

Petrogenesa

Secara umum chert mengalami diagenesis secara fisik dan kimiawi. Proses diagenesa chert secara fisik berupa kompaksi dan secara kimiawi meliputi sementasi, rekristalisasi dan replacement.

Secara fisik perubahan yang terjadi adalah terutama perubahan tekstur. Proses kompaksi akan merubah penempatan butiran sedimen sehingga terjadi kontak antar butir. Perubahan penempatan butiran sedimen terjadi akibat beban akumulasi sedimen atau material lain. Dengan demikian volume batuan sedimen yang terbentuk menjadi lebih kecil namun sangat kompak.

Gambar 7. Diagenesa dari Chert Berlapis

Gambar 7. Diagenesa dari Chert Berlapis

Contoh yang terjadi adalah perubahan dari siliciclastic mud menjadi mudstone (porositas berkurang dari 60 – 80% menjadi 10 – 20 %) dan perubahan dari siliciclastic sand menjadi sandstone (porositas menurun dari 35 – 40% menjadi ±20%). Perubahan siliciclastic mud menjadi mudstone dapat dijumpai pada radiolarian chert dan spicular chert.

Untuk proses diagenesa secara kimiawi, perubahan yang terjadi adalah perubahan komposisi kimianya. Diagenesis kimiawi yang terjadi pada chert meliputi cementation, recrystalization dan replacement.

Sementasi diawali dengan keluarnya air dari ruang pori-pori sehingga material yang terlarut di dalamnya mengendap dan merekat (menyemen) material di dalamnya. Material semennya dapat berupa karbonat (CaCO3), silica (SiO2), oksida (besi) atau mineral-mineral lempung. Proses ini mengakibatkan porositas sedimen menjadi lebih kecil dari material semula.

Contoh yang terjadi adalah perisipitasi silika dari butiran kuarsa menjadi butiran kristal baru. Pada chert, perispitasi silika dapat dijumpai pada nodular chert.

Rekristalisasi terjadi pada saat sedimen terakumulasi dimana mineral-mineral yang kurang stabil mengkristal kembali (terjadi rekristalisasi), menjadi yang lebih stabil. Proses ini umumnya terjadi batu gamping terumbu yang porous.

Contoh yang terjadi adalah proses perubahan dari lime mud menjadi lime stone. Chert yang mengalami proses ini adalah nodular chert, radiolarian chert dan spicular chert.

Replacement adalah proses kristalisasi dari mineral baru di dalam tubuh mineral yang lama atau agregasi mineral akibat perbedaan komposisi, proses terjadi secara simultan berupa solution dan deposisi. Mineral baru memiliki struktur dan tekstur yang sama dengan mineral yang lama.

Contohnya adalah perubahan dari fossils (calcite) menjadi fossils (chert). Proses ini dapat ditemukan pada Few Fossilliferous chert dan Nodular Chert.

Referensi

Boggs, S. Jr. 1987. Principles of Sedimentary and Stratigraphy. Merril Publishing Company, Columbus.

Koesoemadinata,R.P.. 1981. Prinsip-prinsip Sedimentasi, ITB. Bandung.

http://www.nps.gov/.

http://hyperphysics.phy-astr.gsu.edu/

http://www.tulane.edu/

SEDIMENTOLOGI

· Sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari sedimen atau endapan (Wadell, 1932). Sedangkan sedimen atau endapan pada umumnya diartikan sebagai hasil dari proses pelapukan terhadap suatu tubuh batuan, yang kemudian mengalami erosi, tertansportasi oleh air, angin, dll, dan pada akhirnya terendapkan atau tersedimentasikan.

· Sedimentologi adalah studi tentang proses-proses pembentukan, transportasi dan pengendapan material yang terakumulasi sebagai sedimen di dalam lingkungan kontinen dan laut hingga membentuk batuan sedimen.

· Sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari pembentukan lapisan tanah karena pengendapan tanah yang mengalami perpindahan dari tempat lain.

· Sedimentologi adalah salah satu cabang dari ilmu geologi yang membahas secara khusus batuan sedimen atau mempelajari batuan sedimen/ endapan-endapan dengan segala prosesnya

Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Sedangkan batuan sedimen adalah suatu batuan yang terbentuk dari hasil proses sedimentasi, baik secara mekanik maupun secara kimia dan organik.

a. Secara mekanik

Terbentuk dari akumulasi mineral-mineral dan fragmen-fragmen batuan. Faktor-faktor yang penting antara lain :

· Sumber material batuan sedimen :

Sifat dan komposisi batuan sedimen sangat dipengaruhi oleh material-material asalnya.Komposisi mineral-mineral batuan sedimen dapat menentukan waktu dan jarak transportasi, tergantung dari prosentasi mineral-mineral stabil dan nonstabil.

· Lingkungan pengandapan :

Secara umum lingkungan pengendapan dibedakan dalam tiga bagian yaitu: Lingkungan Pengendapan Darat, Transisi dan Laut. Ketiga lingkungan pengendapan ini, dimana batuan yang dibedakannya masing-masing mempunyai sifat dan ciri-ciri tertentu.

· Pengangkutan (transportasi) :

Media transportasi dapat berupa air, angin maupun es, namun yang memiliki peranan yang paling besar dalam sedimentasi adalah media air. Selama transportasi berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik material-material sedimen seperti ukuran bentuk dan roundness. Dengan adanya pemilahan dan pengikisan terhadap butir-butir sedimen akan memberi berbagai macam bentuk dan sifat terhadap batuam sedimen.

· Pengendapan :

Pengendapan terjadi bilamana arus/gaya mulai menurun hingga berada di bawah titik daya angkutnya. Ini biasa terjadi pada cekungan-cekungan, laut, muara sungai, dll.

· Kompaksi :

Kompaksi terjadi karena adanya gaya berat/grafitasi dari material-material sedimen sendiri, sehingga volume menjadi berkurang dan cairan yang mengisi pori-pori akan bermigrasi ke atas.

· Lithifikasi dan Sementasi :

Bila kompaksi meningkat terus menerus akan terjadi pengerasan terhadap material-material sedimen. Sehingga meningkat ke proses pembatuan (lithifikasi), yang disertai dengan sementasi dimana material-material semen terikat oleh unsur-unsur/mineral yang mengisi pori-pori antara butir sedimen.

· Replacement dan Rekristalisasi :

Proses replacement adalah proses penggantian mineral oleh pelarutan-pelarutan kimia hingga terjadi mineral baru. Rekristalisasi adalah perubahan atau pengkristalan kembali mineral-mineral dalam batuan sedimen, akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang relatif rendah.

· Diagenesis :

Diagenesis adalah perubahan yang terjadi setelah pengendapan berlangsung, baik tekstur maupun komposisi mineral sedimen yang disebabkan oleh kimia dan fisika.

b. Secara Kimia dan Organik

Terbentuk oleh proses-proses kimia dan kegiatan organisme atau akumulasi dari sisa skeleton organisme. Sedimen kimia dan organik dapat terjadi pada kondisi darat, transisi, dan lautan, seperti halnya dengan sedimen mekanik.

Masing-masing lingkungan sedimen dicirikan oleh paket tertentu fisik, kimia, dan biologis parameter yang beroperasi untuk menghasilkan tubuh tertentu sedimemen dicirikan oleh tekstur, struktur, dan komposisi properti. Kita mengacu kepada badan-badan khusus seperti endapan dari batuan sedimen sebagai bentuk. Istilah bentuk mengacu pada unit stratigrafik dibedakan oleh lithologic, struktural, dan karakteristik organik terdeteksi di lapangan. Sebuah bentuk sedimen dengan demikian unit batu itu, karena deposisi dalam lingkungan tertentu, memiliki pengaturan karakteristik properti. Lithofacies dibedakan oleh ciri-ciri fisik seperti warna, lithology, tekstur, dan struktur sedimen. Biogfacies didefinisikan pada karakteristik palentologic dasar. Inti penekanan adalah bahwa lingkungan depositional menghasilkan bentuk sedimen. Karakteristik properti dari bentuk sedimen yang pada gilirannya merupakan refleksi dari kondisi lingkungan deposional.

Stratigrafi adalah studi batuan untuk menentukan urutan dan waktu kejadian dalam sejarah bumi. Dua subjek yang dapat dibahas untuk membentuk rangkaian kesatuan skala pengamatan dan interpretasi. Studi proses dan produk sedimen memperkenankan kita menginterpretasi dinamika lingkungan pengendapan. Rekaman-rekaman proses ini di dalam batuan sedimen memperkenankan kita menginterpretasikan batuan ke dalam lingkungan tertentu. Untuk menentukan perubahan lateral dan temporer di dalam lingkungan masa lampau ini, diperlukan kerangka kerja kronologi.

Ilmu bumi secara tradisional telah dibagi kedalam sub-disiplin ilmu yang terfokus pada aspek-aspek geologi seperti paleontologi, geofisika, mineralogi, petrologi, geokimia, dan sebagainya. Di dalam tiap sub-disiplin ilmu ini, ilmu pengetahuan telah dikembangkan sebagai teknik analitik baru yang telah diaplikasikan dan dikembangkannya teori-teori inovatif. Diwaktu yang sama karena kemajuan-kemajuan di lapangan, maka diperkenalkannya integrasi kombinasi ide-ide dan keahlian dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda-beda. Geologi adalah ilmu multidisiplin yang sangat baik dipahami jika aspek-aspek berbeda terlihat berhubungan antara satu dengan lainnya. Sedimentologi perhatiannya tertuju pada pembentukan batuan sedimen. Kemudian batuan sedimen dibahas hubungan waktu dan ruangnya dalam rangkaian stratigrafi di dalam cekungan-cekungan sedimen. Tektonik lempeng, petrologi dan paleontologi adalah topik tambahan.

Metode-metode yang digunakan oleh sedimentologists untuk mengumpulkan data dan bukti pada sifat dan kondisi depositional batuan sedimen meliputi;

  • Mengukur dan menggambarkan singkapan dan distribusi unit batu;
    • Menggambarkan formasi batuan, proses formal mendokumentasikan ketebalan, lithology, singkapan, distribusi, hubungan kontak formasi lain
    • Pemetaan distribusi unit batu, atau unit
  • Deskripsi batuan inti (dibor dan diambil dari sumur eksplorasi selama hidrokarbon)
  • Sequence stratigraphy
    • Menjelaskan perkembangan unit batu dalam baskom
  • Menggambarkan lithology dari batu;
  • Menganalisis geokimia dari batu

Geokimia isotop, termasuk penggunaan penanggalan radiometrik, untuk menentukan usia batu, dan kemiripan dengan daerah sumber.

Lingkungan Sedimen dan Fasies

Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh proses fisika dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu pada waktu itu. Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat mencirikan proses-proses ini. Sebagai contoh, lingkungan fluvial (sungai) termasuk saluran (channel) yang membawa dan mengendapkan material pasiran atau kerikilan di atas bar di dalam channel (Gambar 1.4). Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati daerah limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk lapis-lapis tipis. Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain. Dalam satu rangkaian batuan sedimen (Gambar 1.5) channel dapat diwakili oleh lensa batupasir atau konglomerat yang menunjukkan struktur internal yang terbentuk oleh pengendapan pada bar channel. Setting floodplain akan diwakili oleh lapisan tipis batulumpur dan batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain berupa pembentukan tanah. Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan, istilah fasies sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang berciri khusus yang mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell 1996). Mendeskripsi fasies suatu sedimen melibatkan dokumentasi semua karakteristik litologi, tekstur, struktur sedimen dan kandungan fosil yang dapat membantu dalam menentukan proses pembentukan. Jika cukup tersedia informasi fasies, suatu interpretasi lingkungan pengendapan dapat dibuat. Lensa batupasir mungkin menunjukkan channel sungai jika endapan floodplain ditemukan berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun, channel yang terisi dengan pasir terdapat juga di dalam setting lain, termasuk delta, lingkungan tidal dan lantai laut dalam. Pengenalan channel yang terbentuk bukanlah dasar yang cukup untuk menentukan lingkungan pengendapan. Fasies pengendapan batuan sedimen dapat digunakan untuk menentukan kondisi lingkungan ketika sedimen terakumulasi.



Gambar 1.4 Suatu lingkungan sedimen modern: channel sungai pasiran dan floodplain bervegetasi (dekat Morondava, di bagian barat Madagascar).

Lingkungan Sedimen Modern dan Tua

Kombinasi proses fisika, kimia dan biologi yang bekerja dalam setiap tempat dan setiap waktu adalah hal unik, produk proses-proses ini jenisnya tak terhingga. Dari sudut pandang ilmu pengetahuan objektif, proses yang menentukan pembentukan batuan sedimen harus diteliti berurutan untuk menentukan proses fisika yang terdapat di dalam lingkungan, sifat kimiawi air, dan sebagainya. Untuk tujuan pelatihan kita dapat mempertimbangkan sejumlah lingkungan prinsip yang memiliki karakterisitk yang dapat dikenali. Kategori-kategori lingkungan ini terdiri dari anggota-anggota terakhir dan berada di sepanjang spektrum setting pengendapan. Kemungkinan keberagaman dari karakter ‘tipikal’ lingkungan tertentu tidak ada habisnya dan juga mungkin ada situasi peralihan atau menengah (intermediate) di antara dua setting. Bahaya kesalahan interpretasi (pigeon-holing) harus selalu dijaga dalam pikiran kita: suatu rangkaian batupasir tipis dan lapisan batulumpur mungkin memiliki karakter umum pengendapan dalam setting laut dalam tapi kehadiran rekahan-rekahan (dessication crack) dalam batulumpur akan menjadi bukti jelas bahwa singkapan tersebut adalah singkapan darat (subaerial), tidak konsekuen dengan pembentukan di dalam air dalam.

Cara untuk membahas lingkungan pengendapan adalah memulainya dari daerah pegunungan dimana pelapukan dan erosi menghasilkan detritus klastik, dan turun hingga dasar laut dalam. Karakter lingkungan kontinen, pantai (coastal) dan laut dangkal diantaranya dipengaruhi oleh suplai detritus klastik, curah hujan, temperatur, produktivitas biogenik, topografi di darat dan batimetri di laut. Beberapa proses mungkin sangat umum dalam banyak lingkungan yang berbeda: pengendapan dari suspensi material berbutir halus membentuk lapis lumpur yang mungkin terdapat di atas floodplain, di dalam danau, laguna, teluk tersembunyi (sheltered bays), setting paparan bagian luar dan laut terdalam. Proses-proses yang unik untuk setting tertentu: aliran bolak-balik (reversal) reguler berkaitan dengan aksi tidal adalah ciri unik lingkungan laut dangkal dan pantai. Secara umum, kombinasi proses-proses dapat merupakan karakter tiap-tiap setting pengendapan.
Asosiasi proses-proses pengendapan dapat merupakan karakteristik lingkungan pengendapan yang berbeda dan memperkenankan kita mengenali sejumlah kategori lingkungan utama.


Gambar 1.5 Batuan sedimen yang diinterpretasikan sebagai endapan channel sungai (lensa batupasir di bawah kaki) yang tergerus hingga batulumpur yang diendapkan di

Dengan dikemukannya doktrin uniformitarisme pada akhir abad ke 19 berdampak besar sekali pada perkembangan ilmu sedimentologi ini. Hal ini terlihat jelas pada tulisan beberapa penulis, seperti Sorby (1853) dan Lyell (1865) yang mengemukakan interpretasi modern tentang struktur dan tekstur dari batuan sedimen. Sampai pertengahaan abad ke 20, sedimentologi lebih dikenal hanya sebatas pada studi di bawah mikroskop, terutama untuk fosil. Dalam perioda itu mineral berat dan penghitungan secara petrografis (point counting) berkembang dengan pesat. Secara serentak, para ahli stratigrafi menemukan fosil-fosil kunci penunjuk umur batuan.

Para ahli geologi struktur mempunyai andil besar mendorong pengembangan ilmu sedimentologi. Mereka menemui kesulitan dalam menentukan bagian atas dan bagian bawah suatu lapisan yang sudah terlipat kuat sampai terjadi pembalikan lapisan. Beberapa struktur sedimen seperti retakan (desiccation crack), silang siur dan perlapisan bersusun, sangat edial untuk memecahkan persoalan ini (Shrock, 1948). Pada 1950an sampai awal 1960an berkembang konsep tentang arus turbit. Sementara itu ahli petrografi masih sibuk menghitung zirkon dan ahli stratigrafi sibuk pula mengumpulkan fosil sebanyak-banyaknya, ahli struktur geologi sudah mulai bertanya berapa tebal runtunan endapan turbit ini di geosinklin. Pertanyaan ini menyibukan geologiawan untuk mengetahui hasil endapan turbit pada setiap jenis.

Pendorong lain terhadap perkembangan sedimentologi datang dari perusahaan minyak, dimana mereka mulai mencari jebakan stratigrafi. Pelopornya adalah American Petroleum Institute dengan Project 51-nya, yang mempelajari secara multi disiplin dari sedimen moderen di Teluk Meksiko. Kemudian kegiatan seperti ini diikuti oleh perusahaan lain, universitas dan institusi oseanografi. Sehingga pada akhir 1960an sedimentologi sudah kokoh menjadi suatu cabang ilmu pengetahuan sendiri.

Pada 1970an penelitian sedimentologi mulai beralih dari makroskopis dan fisik ke arah mikroskopis dan kimia. Dengan perkembangan teknik analisa dan penggunaan katadoluminisen dan mikroskop elektron memungkinkan para ahli sedimentologi mengetahui lebih baik tentang geokimia. Perkembangan yang pesat ini memacu kita untuk mengetahui hubungan antara diagenesa, pori-pori dan pengaruhnya terhadap evolusi porositas dengan kelulusan batupasir dan batugamping.

Saat ini berkembang perbedaan antara makrosedimentologi dan mikrosedimentologi. Makrosedimentologi berkisar studi fasies sedimen sampai ke struktur sedimen. Di lain fihak, mikrosedimentologi meliputi studi batuan sedimen di bawah mikroskop atau lebih dikenal dengan petrografi.

APLIKASI SEDIMENTOLOGI

Sebagai ilmu pengetahuan sedimentologi sangat erat berhubungan dengan tiga ilmu dasar: biologi, fisika mupun kimia. Biologi, yang mempelajari binatang dan tetumbuhan, dapat mempelajari sisa kehidupan masa silam yang sudah menjadi fosil. Ilmu ini dikenal dengan nama paleontologi. Paleontologi sangat bermanfaat dalam studi stratigrafi, terutama dalam penentuan umur runtunan batuan berdasarkan kandungan fosilnya (biostratigrafi) dan kaitannya dengan litostratigrafi. Hal ini sangat berguna bagi analisa struktur dan sedimentologi regional. Selain itu paleontologi juga melukan studi lingkungan purba dimana fosil itu hidup dan berhubungan dengan kehidupan lainnya. Studi lingkungan kehidupan fosil secara mendalam akan dapat membantu mengetahui cuaca, musim, bahkan kecepatan arus dan pengendapan batuan yang menyertai fosil tersebut.

Sedimentologi telah memberikan kontribusi ke berbagai bidang, baik dalam pemanfaatan kekayaan alam maupun perekayasaan lingkungan. Banyak ahli sedimentologi datang dari usaha minyak bumi dan sedikit dari usaha tambang lainnya.

Pada pekerjaan teknik sipil yang berhubungan dengan aliran air misalnya pelabuhan, penahan erosi pantai, dan jaringan pipa di dasar laut, sangat membutuhkan studi rinci tentang keadaan lokasi dimana bangunan itu akan ditempatkan. Studi ini meliputi angin, arus gelombang, pasang surut dan sedimentasi serta sifat fisik batuannya.